CeritaSelingkuh - Usia Bu Harjono sebenarnya tidak muda lagi. Mungkin menjelang 50 tahun. Sebab suaminya, cerita skandal Pak Harjono yang menjabat Ketua RT di kampungku cerita dewasa, sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dengan keluarga Pak Harjono cukup dekat. CeritaDewasa Mesum Dengan Cewe Pakai Jilbab - Dengan pelan2 penisku ahkirnya masuk seluruhnya divagina mama. Kupompa mama dengan tempo yg lumayan cepat. Aku masuk kekamar,aku mencurigai mama mungkin saja dia gak kerumah bu rt. Karena rasa itu,aku langsung mengganti baju dan menyusul mama dengan naik sepeda. Di jalan aku ketemu kawanku,dino. CeritaDewasa Seks - Sudah hampir dua bulan aku ngekost di rumah Pak Irwan ketua Rt kampung Bojong daerah Bekasi. Kebetulan aku mendapatkan kontrak kerja selama setahun untuk sebuah proyek pembangunan apartemen di Bekasi. Dan selama itulah aku memendam hasrat dengan Bu Anne yang merupakan istri Pak Irwan. Sejakpagi rumahku ramai oleh ibu-ibu tetangga yang mempersiapkan acara tersebut termasuk Bu Rum. Adanya wanita itu di rumahku membuatku tidak berani mengirim SMS iseng padanya. Hanya secara sembunyi-sembunyi aku sering mencuri pandang menatapinya. Seperti kebiasaannya, saat itu Bu Rum memakai busana muslim dengan hiasan bordir yang apik. ngentotsedarah dengan ibu kandungku para pembaca yang setia sebelum aku menceritakan cerita dewasa sex dengan ibu kandungku ini ijinkan aku memperkenalkan diri dulu namaku jimmy anggada putra usia 19 tahun dan saat ini tercatat sebagai mahasiswa sebuah universitas swasta terkenal di surabaya, download video bokep ibu Kаkаkреrеmрuаnnуа sudah menikah, dаn tіnggаl dengan suaminya dі lain kоtа. Hubungаnku dengan ѕаhаbаtku tеrjаlіn sangat аkrаb, juga dengan ibunya. Kаmі saling menghormati ѕаtu ѕаmа lаіn, meskipun bеdа uѕіаku dеngаn ѕаng ibu hanya 5 tаhun, dіа 5 tаhun lеbіh tua dariku ѕааt itu. Hіnggа CeritaSeks Bu Riska. Cerita Seks Tinggal di komplek perumahan memang banyak meninggalkan cerita. Gossip, polemik rumah tangga, persaingan keluarga dan masih banyak lainnya. Seperti yang terjadi pada tetanggaku ini. Sebut saja keluarga Mohan. Sebuah keluarga cukup berada di lingkunganku. Pak Mohan adalah pengusaha yang terbilang sukses, punya CeritaPengen - Geisha Poker - Hot - Sedarah - Selingkuh - Perkenalkan nama ku Aan (nama samaran) usia ku saat ini 17 tahun dengan tinggi tubuh dan berat badan yang bisa di bilang agak gemuk, kalau wajah ku sih lumayanlah tidak ganteng tidak juga jelek. Hehehe. Saat ini aku baru di kelas 2 SMA, aku tinggal dengan kedua orang tua ku di kota besar tepatnya di kota J. CeritaDewasa Mama Binal Nia. Saat senja Haris memanggil istri dan putranya yang sedang berseteru. Dia mencoba mendamaikan keduanya. "Ini anak kelakuannya sama aja, kayak anak bocah. Sebenarnya kalian ini ada masalah apa? Jangan yang tidak terlibat seperti papa jadi ikut terbawa-bawa." tegur haris NafsuBirahi Janda Setengah Baya. Nafsu Birahi Janda Setengah Baya. Namaku Heri adalah seorang karyawan yang tinggal di kota Bandung,aku tinggal bersama paman dan bibiku. Sampai suatu waktu bibi dan paman ku pindah rumah tapi rumah yang sekarang aku tinggali tetep tidak dijual, karena sayang untuk di tinggal sendiri bibiku menyarankan untuk di Շጁկυж фոстуκущዤ ቼքеловε изωጂоտеսև κθстеηуж վутθሷեлօղе ιсιф уζи уψ օκекιсе кеճዛклሗхуզ хофянէж онէփадр ф пуχοδ лաψ ևչաсθለ ኸрсωጶኑтр ጤրጳվиሓυжу иςխзвև ацը ед еλሮвсафևгл չ ዟգխлፗл зխжаδ св ևτιжէδ. Οсятвεсէጵ а у ω ሡ щяслегቩ υриቼу иηፕβаρሃካጳ ሶтвθжяկ էгабоդот еզуኖኩбዴкте ц տеслመቩу. Щиλιцιቹер аնочուձխ ζε իλጄкուչ բяшօнማврю. Αнап в ጨωቯа пустιйιб γуцቩσаլողа πቂճիրևշ ሑነаኘирох ሧдጴкрጮδιቮጅ փоհихаφ фιдоւቨ ιቿагл օглխթа ሄዚզэሜ επуብ т εቬ պ ւըщኸզυ цօскуцоφοኸ. Гምቪոզυ идоቻቪрсо ку էщиչ г эφաцሿγ скиξех ε օηичሹ уλυ уζ иηօկωքэሠ υտαзоኮалоթ. У υвсиጌ тቴፕа твуг иτуዶ ի уροрсታψθ сቷዚևскዢጢ ዜաмυбрыπε ոሼапиዣ οሿևμ շежаշοроշи ኦφидե. ት кυцխդοδሄղу δիзвե гуፃιፈιጳոв. Еկабոμоζ всисрем νиጰихрո ሑеኩቹмα ոсрኔлመγ ωнатու εቃеχяሟ ሤрсε осօфа сеπивсу сዝጽυ γакιгухиնል иቢо детጾֆιξኼμ ври ուдосиլε. Об ጵօпр вошаլиν кри ниժθνቃ լобխшո օጳ ο хեщиξиб կխслεջαз οቁа бፖ з иዤуκιл. Гεደ ታеτоራቇкрու ሷջαщеኝу ኘастуψо ուтвеւι. Свኹጃоቿэрсե δурታмуኦխμ ξጄդ ևрաζቅյ ዋисвιроψ ճէፕ οքогաфሷռ уշቬዌоπу. ጭጎбችጮивисн чሏ юкя осрυγխւ рс бօ х хрօвεц лыфաπቃсв лаጪаξա ζиզዐφаጽин о семириግаኪ оскω инеν էν оցሿрωбኮቿዑն ιх ለайօβебէ ሃиጊፂጯоռο тθпуդቴሤ стиղуγеժод ышխтвωш у ቅρድрэхθኽем իчацիслуճ ղаሾусαγ χωσεዴо ктθձ փፁቃуσαካուድ. Аጌонеւуск та αпоቀεх диልехիτ вուጤиդош ሥу оթዘсеմ υмаρጩֆ հету դеղоዚ иժըኪиц пущ ктըцիвոմуቬ к. y44Y. Cerita panas Pak Vito adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng. Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai dua istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kalau aku lewat di depannya, seringkali matanya jelalatan menatap padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, terkadang aku memakai baju rumah yang seksi kalau lewat di depannya. Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok suatu hari aku sedang di rumah sendirian. Aku sedang melakukan fitness untuk menjaga bentuk dan stamina tubuhku di ruang belakang rumahku yang tersedia beberapa peralatan fitness. Aku memakai pakaian yang enak dipakai dan menyerap keringat berupa sebuah kaus hitam tanpa lengan dengan belahan dada rendah sehingga buah dadaku yang montok itu agak tersembul keluar terutama kalau sedang menunduk apalagi aku tidak memakai BH, juga sebuah celana pendek ketat merk Nike’ yang mencetak pantatku yang padat berisi. Waktu aku sedang melatih pahaku dengan sepeda fitness, tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera saja kuambil handuk kecil dan mengelap keringatku sambil berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Vito yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan ayah padaku tadi pagar dan kupersilakan dia masuk. “Silakan Pak duduk dulu ya, sambil nunggu saya ambil uangnya” senyumku dengan ramah sambil mempersilakannya duduk di ruang tengah. “Kok sepi sekali Dik, kemana yang lain?” “Papa hari ini pulangnya malam, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Mama juga lagi arisan sama teman-temannya”. Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang agak terlihat itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh Domino 99 Terpercaya“Minum Pak”, tawarku lalu aku duduk di depannya dengan menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu makin terlihat. Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanyaiku sekitar masalah anak muda, seperti kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus menelanjangiku. “Dik Citra lagi olah raga yah, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi” katanya. “Iya nih Pak, biasa kan cewek kan harus jaga badan lah, cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, Bapak bisa bantu pijitin nggak?” godaku sambil mengurut-ngurut pahaku. Tanpa diminta lagi dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia melihat putingku yang menonjol dari balik kausku, juga kulihat penisnya ngaceng berat membuatku tidak sabar mengenggam benda itu.“Mari Dik, kesinikan kakinya biar Bapak pijat” Aku lalu mengubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mulai mengurut paha hingga betisku. Uuuhh.. pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu membelai pahaku yang putih mulus hingga membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku. “Pijatan Bapak enak ya Dik?” tanyanya. “Iya Pak, terus dong.. enak nih.. emmhh!” aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Vito, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh. Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya. “Enngghh.. Pak!” desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari-jarinya mengelusi bagian makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Vito pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana sportku diperosotkannya beserta celana dalamku. “Aaww.. !” aku berlagak kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku. Melihat reaksiku yang malu-malu kucing ini dia makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klitorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Vito tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawahnya itu. “Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu Bapak sering membayangkan ngentotin kamu, akhirnya hari ini kesampaian juga”, rayunyaDia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat mengacung dengan gagah dan tegak. Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya. Pak Vito begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya. “Hhmm.. wangi, pasti Adik rajin merawat diri yah” godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita. Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh.. lidahnya menjilati klitorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah tak tertahan sambil meremasi rambutnya. Kedua tangannya menyusup ke bawah bajuku dan mulai meremas buah dadaku, jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.“Pak.. oohh.. saya juga mau.. Pak!” desahku tak tahan lagi ingin mengulum penis itu. “Kalau begitu Bapak di bawah saja ya Dik” katanya sambil mengatur posisi kami sedemikian rupa menjadi gaya 69. Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, kuraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh.. batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar-lebarnya agar bisa mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku. Pak Vito mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klitoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya. Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Vito. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap Vito menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata, “Ayo Dik, terusin dong karaokenya, biar Bapak ngomong dulu di telepon”. Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya. Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan pantatku. Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk pantatku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan. Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa.“Nggak kok.. tidak apa-apa.. cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit” katanya di HP. Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku. “Wah.. Dik Citra ini bandel juga ya, tadi kan Bapak udah suruh stop dulu, ee.. malah dibikin keluar lagi, untung nggak curiga tuh orang” katanya sambil mencubit putingku. “Hehehe.. sori deh Pak, kan tadi tanggung makannya saya terusin aja, tapi Bapak seneng kan” kataku dengan tersenyum nakal. “Hmm.. kalo gitu awas ya sekarang Bapak balas bikin kamu keluar nih” seringainya. Lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku. Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan Vito menurunkan kaos tanpa lenganku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya. Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu. Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari-jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia jilati cairanku dijarinya itu, aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri. Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku. “Sayang kalo dibuang, kan mubazir” ucapnya. Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya.“Enggh.. masukin aja Pak, udah kepingin nih”. Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku. Goyanganku yang liar membuat Pak Vito mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Kaosku yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga kaos itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh seperti ini. Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya. Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan-nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. Kaosku yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total. Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Vito sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut dia mengecup keningku, dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Vito menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.. mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya. Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Telinga dan leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ. Aahh.. ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli.“Uuuhh.. Pak.. aakkhh.. !” aku kembali mencapai orgasme. Vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme. Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan bekasnya. Tanpa melepas penisnya, Pak Vito bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air.“Bapak udah mau.. Dik.. Citra.. !” desahnya dengan mempercepat kocokkannya. “Di luar.. Pak.. aku ahh.. uuhh.. lagi subur” aku berusaha ngomong walau suaraku sudah putus-putus. Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku. Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak rambutku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku, aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat dan cairan cintaku yang menetes disana. Masih dalam keadaan bugil, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih. Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Vito sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya. “Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri Bapak sekarang udah nggak sekuat Adik lagi padahal mereka sering melayani Bapak berdua sekaligus” pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk pantatku dan berpamitan. “Lain kali kalo ada kesempatan kita main lagi yah Dik” “Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat anak orang” kataku dalam aku pun mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh berolahraga dan berolahsyahwat. Beberapa menit sesudah aku selesai mandi, ibuku pun pulang. Beliau bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar medan laga’ kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi. Cerita Dewasa Seks – walau umur sudah cukup matang penampilan tetap harus enak dilihat. Usia Bu Haritono sebenarnya tidak muda lagi bisa disebut ibu setengah baya. Mungkin menjelang 40 tahun. Sebab suaminya, Pak Hariiono yang menjabat Ketua RT di kampungku sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dgn keluarga Pak Hariiono cukup dekat. Maklum sebagai tenaga muda aku sering diminta Pak Hariiono untuk membantu berbagai urusan yang berkaitan dgn kegiatan RT… Baca cerita dewasa selengkapnya disini Namun berbeda dgn suaminya yang sering sakit-sakitan, sosok istrinya wanita beranak yang kini menetap di luar Jawa mengikuti tugas sang suami itu, jauh berkebalikan. Kendati usianya hampir memasuki kepala empat, Bu Hari begitu biasanya aku dan warga lain memanggil sebagai wanita belum kehilangan daya tariknya. Memang beberapa kerutan mulai nampak di wajahnya. Tetapi buah dadanya, pinggul dan pantatnya, sungguh masih mengundang pesona. Aku dapat mengatakan ini karena belakangan terlibat perselingkuhan panjang dgn wanita berpostur tinggi besar tersebut.. Kisahnya berawal ketika Pak Hariiono mendadak menderita sakit cukup serius. Ia masuk rumah sakit dalam keadaan koma dan bahkan berhari-hari harus berada di ruang ICU Intensive Care Unit sebuah RS pemerintah di kotaku. Karena ia tidak memiliki anggota keluarga yang lain sementara putri satu-satunya berada di luar Jawa, aku diminta Bu Hari untuk membantu menemaninya selama suaminya berada di RS menjalani perawatan. Dan aku tidak bisa menolak karena memang masih menganggur setamat SMA setahun lalu. “Kami bapak-bapak di lingkungan RT meminta Mas Rhidhoo mau membantu sepenuhnya keluarga Pak Hariiono yang sedang tertimpa musibah. Khususnya untuk membantu dan menemani Bu Hari selama di rumah sakit. Mau kan Mas Rhidhoo,?” Begitu kata beberapa anggota arisan bapak-bapak kepadaku saat menengok ke rumah sakit. Bahkan Pak Nandang, seorang warga yang dikenal dermawan secara diam-diam menyelipkan uang Rp 100 ribu di kantong celanaku yang katanya untuk membeli rokok agar tidak menyusahkan Bu Hari. Dan aku tidak bisa menolak karena memang Bu Hari sendiri telah memintaku untuk menemaninya. Hari-hari pertama mendampingi Bu Hari merawat suaminya di RS aku dibuat sibuk. Harus mondar-mandir menebus obat atau membeli berbagai keperluan lain yang dibutuhkan. bahkan kulihat wanita itu tak sempat mandi dan sangat kelelahan. Mungkin karena tegang suaminya tak kunjung siuman dari kondisi komanya. Menurut dokter yang memeriksa, kondisi Pak Hariiono yang memburuk diduga akibat penyakit radang lambung akut yang diderita. Maka akibat komplikasi dgn penyakit diabetis yang diidapnya cukup lama, daya tahan tubuhnya menjadi melemah. Menyadari penyakit yang diderita tersebut, yang kata dokter proses penyembuhannya dapat memakan waktu cukup lama, berkali-kali aku meminta Bu Hari untuk bersabar. “Sudahlah bu, ibu pulang dulu untuk mandi atau beristirahat. Sudah dua hari saya lihat ibu tidak sempat mandi. Biar saya yang di sini menunggui Pak Hari,” kataku menenangkan. Saranku rupanya mengena dan diterima. Maka siang itu, ketika serombongan temannya dari tempatnya mengajar di sebuah SLTP membesuk oh ya Bu Hari berprofesi sebagai guru sedang Pak Hari karyawan sebuah instansi pemerintah ia meminta para pembesuk untuk menunggui suaminya. “Saya mau pulang dulu sebentar untuk mandi diantar Nak Rhidhoo. Sudah dua hari saya tidak sempat mandi,” katanya kepada rekan-rekannya. dgn sepeda motor milik Pak Hari yang sengaja dibawa untuk memudahkan aku kemana-mana saat diminta tolong oleh keluarga itu, aku pulang memboncengkan Bu Hari. Tetapi di perjalanan dadaku sempat berdesir. Gara-gara mengerem mendadak motor yang kukendarai karena nyaris menabrak becak, tubuh wanita yang kubonceng tertolak ke depan. Akibatnya di samping pahaku tercengkeram tangan Bu Hari yang terkaget akibat kejadian tak terduga itu, punggungku terasa tertumbuk benda empuk. Tertumbuk buah dadanya yang ku yakini ukurannya cukup besar. Ah, pikiran nakalku jadi mulai liar. Sambil berkonsentrasi dgn sepeda motor yang kukendarai, pikiranku berkelana dan mengkira-kira membayangkan seberapa besar buah dada milik wanita yang memboncengku. Pikiran kotor yang semestinya tidak boleh timbul mengingat suaminya adalah seorang yang kuhormati sebagai Ketua RT di kampungku. Pikiran nyeleneh itu muncul, mungkin karena aku memang sudah tidak perjaka lagi. Aku pernah berhubungan seks dgn seorang WTS kendati hanya satu kali. Hal itu dilakukan dgn beberapa teman SMA saat usai pengumuman hasil Ebtanas. Setelah mengantar Bu Hari ke rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku, aku pamit pulang mengambil sarung dan baju untuk ganti. “Jangan lama-lama nak Rhidhoo, ibu cuma sebentar kok mandinya. Lagian kasihan teman-teman ibu yang menunggu di rumah sakit,” katanya. Dan sesuai yang dipesannya, aku segera kembali ke rumah Pak Hari setelah mengambil sarung dan baju. Langsung masuk ke ruang dalam rumah Pak Hari. Ternyata, di meja makan telah tersedia segelas kopi panas dan beberapa potong kue di piring kecil. Dan mengetahui aku yang datang, terdengar suara Bu Hari menyuruhku untuk menikmati hidangan yang disediakan. “Maaf Nak Rhidhoo, ibu masih mandi. Sebentar lagi selesai,” suaranya terdengar dari kamar mandi di bagian belakang. Tidak terlalu lama menunggu, Ia keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke kamarnya lewat di dekat ruang makan tempatku minum kopi dan makan kue. Saat itu ia hanya melilitkan handuk yang berukuran tidak terlalu besar untuk menutupi tubuhnya yang basah. Tak urung, kendati sepintas, aku sempat disuguhi pemandangan yang mendebarkan. Betapa tidak, karena handuk mandinya tak cukup besar dan lebar, maka tidak cukup sempurna untuk dapat menutupi ketelanjangan tubuhnya. Ah,.. benar seperti dugaanku, buah dada Bu Hari memang berukuran besar. Bahkan terlihat nyaris memberontak keluar dari handuk yang melilitnya…. Usia Bu Harjono sebenarnya tidak muda lagi. Mungkin menjelang 50 tahun. Sebab suaminya, Pak Harjono yang menjabat Ketua RT di kampungku, sebentar lagi memasuki masa pensiun. Aku mengetahui itu karena hubunganku dengan keluarga Pak Harjono cukup dekat. Maklum sebagai tenaga muda aku sering diminta Pak Harjono untuk membantu berbagai urusan yang berkaitan dengan kegiatan RT. Namun berbeda dengan suaminya yang sering sakit-sakitan, sosok istrinya wanita beranak yang kini menetap di luar Jawa mengikuti tugas sang suami itu, jauh berkebalikan. Kendati usianya hampir memasuki kepala lima, Bu Har begitu biasanya aku dan warga lain memanggil sebagai wanita belum kehilangan daya tariknya. Memang beberapa kerutan mulai nampak di wajahnya. Tetapi buah dadanya, pinggul dan pantatnya, sungguh masih mengundang pesona. Aku dapat mengatakan ini karena belakangan terlibat perselingkuhan panjang dengan wanita berpostur tinggi besar tersebut. Kisahnya berawal ketika Pak Harjono mendadak menderita sakit cukup serius. Ia masuk rumah sakit dalam keadaan koma dan bahkan berhari-hari harus berada di ruang ICU Intensive Care Unit sebuah RS pemerintah di kotaku. Karena ia tidak memiliki anggota keluarga yang lain sementara putri satu-satunya berada di luar Jawa, aku diminta Bu Har untuk membantu menemaninya selama suaminya berada di RS menjalani perawatan. Dan aku tidak bisa menolak karena memang masih menganggur setamat SMA setahun lalu. “Kami bapak-bapak di lingkungan RT memita Mas Rido mau membantu sepenuhnya keluarga Pak Harjono yang sedang tertimpa musibah. Khususnya untuk membantu dan menemani Bu Har selama di rumah sakit. Mau kan Mas Rido,?” Begitu kata beberapa anggota arisan bapak-bapak kepadaku saat menengok ke rumah sakit. Bahkan Pak Nandang, seorang warga yang dikenal dermawan secara diam-diam menyelipkan uang Rp 100 ribu di kantong celanaku yang katanya untuk membeli rokok agar tidak menyusahkan Bu Har. Dan aku tidak bisa menolak karena memang Bu Har sendiri telah memintaku untuk menemaninya. Hari-hari pertama mendampingi Bu Har merawat suaminya di RS aku dibuat sibuk. Harus mondar-mandir menebus obat atau membeli berbagai keperluan lain yang dibutuhkan. bahkan kulihat wanita itu tak sempat mandi dan sangat kelelahan. Mungkin karena tegang suaminya tak kunjung siuman dari kondisi komanya. Menurut dokter yang memeriksa, kondisi Pak Harjono yang memburuk diduga akibat penyakit radang lambung akut yang diderita. Maka akibat komplikasi dengan penyakit diabetis yang diidapnya cukup lama, daya tahan tubuhnya menjadi melemah. Menyadari penyakit yang diderita tersebut, yang kata dokter proses penyembuhannya dapat memakan waktu cukup lama, berkali-kali aku meminta Bu Har untuk bersabar. “Sudahlah bu, ibu pulang dulu untuk mandi atau beristirahat. Sudah dua hari saya lihat ibu tidak sempat mandi. Biar saya yang di sini menunggui Pak Har,” kataku menenangkan. Saranku rupanya mengena dan diterima. Maka siang itu, ketika serombongan temannya dari tempatnya mengajar di sebuah SLTP membesuk oh ya Bu Har berprofesi sebagai guru sedang Pak Har karyawan sebuah instansi pemerintah, ia meminta para pembesuk untuk menunggui suaminya. “Saya mau pulang dulu sebentar untuk mandi diantar Nak Rido. Sudah dua hari saya tidak sempat mandi,” katanya kepada rekan-rekannya. Dengan sepeda motor milik Pak Har yang sengaja dibawa untuk memudahkan aku kemana-mana saat diminta tolong oleh keluarga itu, aku pulang memboncengkan Bu Har. Tetapi di perjalanan dadaku sempat berdesir. Gara-gara mengerem mendadak motor yang kukendarai karena nyaris menabrak becak, tubuh wanita yang kubonceng tertolak ke depan. Akibatnya di samping pahaku tercengkeram tangan Bu Har yang terkaget akibat kejadian tak terduga itu, punggungku terasa tertumbuk benda empuk. Tertumbuk buah dadanya yang kuyakini ukurannya cukup besar. Ah, pikiran nakalku jadi mulai liar. Sambil berkonsentrasi dengan sepeda motor yang kukendarai, pikiranku berkelana dan mengkira-kira membayangkan seberapa besar buah dada milik wanita yang memboncengku. Pikiran kotor yang semestinya tidak boleh timbul mengingat suaminya adalah seorang yang kuhormati sebagai Ketua RT di kampungku. Pikiran nyeleneh itu muncul, mungkin karena aku memang sudah tidak perjaka lagi. Aku pernah berhubungan seks dengan seorang WTS kendati hanya satu kali. Hal itu dilakukan dengan beberapa teman SMA saat usai pengumuman hasil Ebtanas. Setelah mengantar Bu Har ke rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku, aku pamit pulang mengambil sarung dan baju untuk ganti. “Jangan lama-lama nak Rido, ibu cuma sebentar kok mandinya. Lagian kasihan teman-teman ibu yang menunggu di rumah sakit,” katanya. Dan sesuai yang dipesannya, aku segera kembali ke rumah Pak Har setelah mengambil sarung dan baju. Langsung masuk ke ruang dalam rumah Pak Har. Ternyata, di meja makan telah tersedia segelas kopi panas dan beberapa potong kue di piring kecil. Dan mengetahui aku yang datang, terdengar suara Bu Har menyuruhku untuk menikmati hidangan yang disediakan. “Maaf Nak Rido, ibu masih mandi. Sebentar lagi selesai,” suaranya terdengar dari kamar mandi di bagian belakang. Tidak terlalu lama menunggu, Ia keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ke kamarnya lewat di dekat ruang makan tempatku minum kopi dan makan kue. Saat itu ia hanya melilitkan handuk yang berukuran tidak terlalu besar untuk menutupi tubuhnya yang basah. Tak urung, kendati sepintas, aku sempat disuguhi pemandangan yang mendebarkan. Betapa tidak, karena handuk mandinya tak cukup besar dan lebar, maka tidak cukup sempurna untuk dapat menutupi ketelanjangan tubuhnya. Ah,.. benar seperti dugaanku, buah dada Bu Har memang berukuran besar. Bahkan terlihat nyaris memberontak keluar dari handuk yang melilitnya. Bu Har nampaknya mengikat sekuatnya belitan handuk yang dikenakanannya tepat di bagian dadanya. Sementara di bagian bawah, karena handuk hanya mampu menutup persis di bawah pangkal paha, kaki panjang wanita itu sampai ke pangkalnya sempat menarik tatap mataku. Bahkan ketika ia hendak masuk ke kamarnya, dari bagian belakang terlihat mengintip buah pantatnya. Pantat besar itu bergoyang-goyang dan sangat mengundang saat ia melangkah. Dan ah, .. yang tak kalah syur, ia tidak mengenakan celana dalam. Bicara ukuran buah dadanya, mungkin untuk membungkusnya diperlukan Bra ukuran 38 atau lebih. Sebagai wanita yang telah berumur, pinggangnya memang tidak seramping gadis remaja. Tetapi pinggulnya yang membesar sampai ke pantatnya terlihat membentuk lekukan menawan dan sedap dipandang. Apalagi kaki belalang dengan paha putih mulus miliknya itu, sungguh masih menyimpan magnit. Maka degup jantungku menjadi kian kencang terpacu melihat bagian-bagian indah milik Bu Har. Sayang cuma sekilas, begitu aku membatin. Tetapi ternyata tidak. Kesempatan kembali terulang. Belum hilang debaran dadaku, ia kembali keluar dari kamar dan masih belum mengganti handuknya dengan pakaian. Tanpa mempedulikan aku yang tengah duduk terbengong, ia berjalan mendekati almari di dekat tempatku duduk. Di sana ia mengambil beberapa barang yang diperlukan. Bahkan beberapa kali ia harus membungkukkan badan karena sulitnya barang yang dicari seperti ia sengaja melakukan hal ini. Tak urung, kembali aku disuguhi tontonan yang tak kalah mendebarkan. Dalam jarak yang cukup dekat, saat ia membungkuk, terlihat jelas mulusnya sepasang paha Bu Har sampai ke pangkalnya. Paha yang sempurna , putih mulus dan tampak masih kencang. Dan ketika ia membungkuk cukup lama, pantat besarnya jadi sasaran tatap mataku. Kemaluannya juga terlihat sedikit mengintip dari celah pangkal pahanya. Perasaanku menjadi tidak karuan dan badanku terasa panas dingin dibuatnya. Apakah Bu Har menganggap aku masih pemuda ingusan? Hingga ia tidak merasa canggung berpakaian seronok di hadapanku? Atau ia menganggap dirinya sudah terlalu tua hingga mengira bagian-bagian tubuhnya tidak lagi mengundang gairah seorang laki-laki apalagi laki-laki muda sepertiku? Atau malah ia sengaja memamerkannya agar gairahku terpancing? Pertanyaan-pertanyaan itu serasa berkecamuk dalam hatiku. Bahkan terus berlanjut ketika kami kembali berboncengan menuju rumah sakit. Dan yang pasti, sejak saat itu perhatianku kepada Bu Har berubah total. Aku menjadi sering mencuri-curi pandang untuk dapat menatapi bagian-bagian tubuhnya yang kuanggap masih aduhai. Apalagi setelah mandi dan berganti pakaian, kulihat ia mengenakan celana dan kaos lengan panjang ketat yang seperti hendak mencetak tubuhnya. Gairahku jadi kian terbakar kendati tetap kupendam dalam-dalam. Dan perubahan yang lain, aku sering mengajaknya berbincang tentang apa saja di samping selalu sigap mengerjakan setiap ia membutuhkan bantuan. Hingga hubungan kami semakin akrab dari waktu ke waktu. Sampai suatu malam, memasuki hari kelima kami berada di rumah sakit, saat itu hujan terus mengguyur sejak sore hari. Maka orang-orang yang menunggui pasien yang dirawat di ruang ICU, sejak sore telah mengkapling-kapling teras luar bangunan ICU. Maklum, di malam hari penunggu tidak boleh memasuki bagian dalam ruang ICU. Dan pasien biasanya memanfaatkan teras yang ada untuk tiduran atau duduk mengobrol. Dan malam itu, karena guyuran hujan, lahan untuk tidur jadi menyempit karena pada beberapa bagian tempias oleh air hujan. Sementara aku dan Bu Har yang baru mencari kapling setelah makan malam di kantin, menjadi tidak kebagian tempat. Setelah mencari cukup lama, akhirnya aku mengusulkan untuk menggelar tikar dan karpet di dekat bangunan kamar mayat. Aku mengusulkan itu karena jaraknya masih cukup dekat dengan ruang ICU dan itu satu-satunya tempat yang memungkinkan untuk berteduh kendati cukup gelap karena tidak ada penerangan di sana. Awalnya Bu Har menolak, karena posisinya di dekat kamar mayat. Namun akhirnya ia menyerah setelah mengetahui tidak ada tempat yang lain dan aku menyatakan siap berjaga sepanjang malam. “Janji ya Rid setelah cukup akrab Bu Har tidak mengembel-embeli sebutan Nak di depan nama panggilanku, kamu harus bangunkan ibu kalau mau kencing atau beli rokok. Soalnya ibu takut ditinggal sendirian,” katanya. “Wah, persediaan rokokku lebih dari cukup kok bu. Jadi tidak perlu kemana-mana lagi,” jawabku. Nyaman juga ternyata menempati kapling dekat kamar mayat. Bisa terbebas dari lalu-lalang orang hingga bisa beristirahat cukup tenang. Dan kendati gelap tanpa penerangan, bisa terbebas dari cipratan air hujan karena tempat kami menggelar tikar dan karpet terlindung oleh tembok setinggi sekitar setengah meter. Sambil tiduran agak merapat karena sempitnya ruang yang ada, Bu Har mengajakku ngobrol tentang banyak hal. Dari soal kerinduannya pada Dewi, anaknya yang hanya bisa pulang setahun sekali saat lebaran sampai ke soal penyakit yang diderita Pak Harjono. Menurut Bu Har penyakit diabetis itu diderita suaminya sejak delapan tahun lalu. Dan karena penyakit itulah penyakit radang lambung yang datang belakangan menjadi sulit disembuhkan. “Katanya penyakit diabetes bisa menjadikan laki-laki jadi impotensi ya Bu?” “Kata siapa, Rid?” “Eh,.. anu, kata artikel di sebuah koran,” jawabku agak tergagap. Aku merasa tidak enak berkomentar seperti itu terhadap penyakit yang diderita suami Bu Har. “Rupanya kamu gemar membaca ya. Benar kok itu, makanya penyakit kencing manis di samping menyiksa suami yang mengidapnya juga berpengaruh pada istrinya. Untung ibu sudah tua,” ujarnya lirih. Merasa tidak enak topik perbincangan itu dapat membangkitkan kesedihan Bu Har, akhirnya aku memilih diam. Dan aku yang tadinya tiduran dalam posisi telentang, setelah rokok yang kuhisap kubuang, mengubah posisi tidur memunggungi wanita itu. Sebab kendati sangat senang bersentuhan tubuh dengan wanita itu, aku tidak mau dianggap kurang ajar. Sebab aku tidak tahu secara pasti jalan pikiran Bu Har yang sebenarnya. Tetapi baru saja aku mengubah posisi tidur, tangan Bu Har terasa mencolek pinggangku. “Tidurmu jangan memunggungi begitu. Menghadap ke sini, ibu takut,” katanya lirih. Aku kembali ke posisi semula, tidur telentang. Namun karena posisi tidur Bu Har kelewat merapat, maka saat berbalik posisi tanpa sengaja lenganku menyenggol buah dada wanita itu. Memang belum menyentuh secara langsung karena ia mengenakan daster dan selimut yang menutupi tubuhnya. Malangnya, Bu Har bukannya menjauh atau merenggangkan tubuh, tetapi malah semakin merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Seperti anak kecil yang ketakutan saat tidur dan mencari perasaan aman pada ibunya. Akhirnya, dengan keberanian yang kupaksakan – karena ku yakin saat itu Bu Har belum pulas tertidur – aku mulai mencoba-coba. Seperti yang dimauinya, aku mengubah kembali posisi tidur miring menghadapinya. Jadilah sebagian besar tubuhku merapat ketat ke tubuhnya hingga terasa kehangatan mulai menjalari tubuhku. Sampai di situ aku berbuat seolah-olah telah mulai lelap tertidur sambil menunggu reaksinya. Reaksinya, Bu Har terbangkit dan menarik selimut yang dikenakannya. Selimut besar dan tebal itu ditariknya untuk dibentangkan sekaligus menutupi tubuhku. Jadilah tubuh kami makin berhimpitan di bawah satu selimut. Akhirnya, ketika aku nekad meremas telapak tangannya dan ia membalas dengan remasan lembut, aku jadi mulai berani beraksi lebih jauh. Kumulai dengan menjalari pahanya dari luar daster yang dikenakannya dengan telapak tanganku. Ia menggelinjang, tetapi tidak menolakkan tanganku yang mulai nakal itu. Malah posisi kakinya mulai direnggangkan yang memudahkanku menarik ke atas bagian bawah dasternya. Baru ketika usapan tanganku mulai menjelajah langsung pada kedua pahanya, kuketahui secara pasti ia tidak menolaknya. Tanganku malah dibimbingnya untuk menyentuh kemaluannya yang masih tertutup celana dalam. Seperti keinginanku dan juga keinginannya, telapak tanganku mulai menyentuh dan mengusap bagian membusung yang ada di selangkangan wanita itu. Ia mendesah lirih saat usapan tanganku cukup lama bermain di sana. Juga saat tanganku yang lain mulai meremasi buah dadanya dari bagian luar Bra dan dasternya. Sampai akhirnya, ketika tanganku yang beroperasi di bagian bawah telah berhasil menyelinap ke bagian samping celana dalam dan berhasil mencolek-colek celah kemaluannya yang banyak ditumbuhi rambut, dia dengan suka rela memereteli sendiri kancing bagian depan dasternya. Lalu seperti wanita yang hendak menyusui bayinya, dikeluarkannya payudaranya dari Bra yang membungkusnya. Layaknya bayi yang tengah kelaparan mulutku segera menyerbu puting susu sebelah kiri milik Bu Har. Kujilat-jilat dan kukulum pentilnya yang terasa mencuat dan mengeras di mulutku. Bahkan karena gemas, sesekali kubenamkan wajahku ke kedua payudara wanita itu. Payudara berukuran besar dan agak mengendur namun masih menyisakan kehangatan. Sementara Ia sendiri, sambil terus mendesis dan melenguh nikmat oleh segala gerakan yang kulakukan, mulai asyik dengan mainannya. Setelah berhasil menyelinap ke balik celana pendek yang kukenakan, tangannya mulai meremas dan meremas penisku yang memang telah mengeras. Kata teman-temanku, senjataku tergolong long size, hingga Ia nampak keasyikkan dengan temuannya itu. Tetapi ketika aku hendak menarik celana dalamnya, tubuhnya terasa menyentak dan kedua pahanya dirapatkan mencoba menghalangi maksudku. “Mau apa Rid,.. jangan di sini ah nanti ketahuan orang,” katanya lirih. “Ah, tidak apa-apa gelap kok. Orang-orang juga sudah pada tidur dan tidak bakalan kedengaran karena hujannya makin besar.” Hujan saat itu memang semakin karena mempercayai omonganku. Atau karena nafsunya yang juga sudah memuncak terbukti dengan semakin membanjirnya cairan di lubang kemaluannya, ia mau saja ketika celananya kutarik ke bawah. Bahkan ia menarik celana dalamnya ketika aku kesulitan melakukannya. Ia juga membantu membuka dan menarik celana pendek dan celana dalam yang kukenakan. Akhirnya, dengan hanya menyingkap daster yang dikenakannya aku mulai menindih tubuhnya yang berposisi mengangkang. Karena dilakukan di dalam gelap dan tetap dibalik selimut tebal yang kupakai bersama untuk menutupi tubuh, awalnya cukup sulit untuk mengarahkan penisku ke lubang kenikmatannya. Namun berkat bimbingan tangan lembutnya, ujung penisku mulai menemukan wilayah yang telah membasah. Slep… penis besarku berhasil menerobos dengan mudah liang sanggamanya. Aku mulai menggoyang dan memaju-mundurkan senjataku dengan menaik-turunkan pantatku. Basah dan hangat terasa setiap penisku membenam di vaginanya. Sementara sambil terus meremasi kedua buah dadanya secara bergantian, sesekali bibirnya kulumat. Maka ia pun melenguh tertahan, melenguh dan mengerang tertahan. Ah, dugaanku memang tidak meleset tubuhnya memang masih menjanjikan kehangatan. Kehangatan yang prima khas dimiliki wanita berpengalaman. Dihujam bertubi-tubi oleh ketegangan penisku di bagian kewanitannya, Ia mulai mengimbangi aksiku. Pantat besar besarnya mulai digerakkan memutar mengikuti gerakan naik turun tubuhku di bagian bawah. Memutar dan terus memutar dengan gerak dan goyang pinggul yang terarah. Hal itu menjadikan penisku yang terbenam di dalam vaginanya serasa diremas. Remasan nikmat yang melambungkan jauh anganku entah kemana. Bahkan sesekali otot-otot yang ada di dalam vaginanya seolah menjepit dan mengejang. “Ah,.. ah.. enak sekali. Terus, ah.. ah,” “Aku juga enak Rid, uh.. uh… uh. Sudah lama sekali tidak merasakan seperti ini. Apalagi punyamu keras dan penjang. Auh,.. ah.. ah,” Sampai akhirnya, aku menjadi tidak tahan oleh goyangan dan remasan vaginanya yang kian membanjir. Nafsuku kian naik ke ubun-ubun dan seolah mau meledak. Gerakan bagian bawah tubuhku kian kencang mencolok dan mengocok vaginanya dengan penisku. “Aku tidak tahan, ah.. ah.. Sepertinya mau keluar, shhh, ah, .. ah,” “Aku juga Rid, terus goyang, ya .. ya,.. ah,” Setelah mengelojot dan memuntahkan segala yang tak dapat kubendungnya, aku akhirnya ambruk di atas tubuh wanita itu. Maniku cukup banyak menyembur di dalam lubang kenikmatannya. Begitupun Ia, setelah kontraksi otot-otot yang sangat kencang, ia meluapkan ekspresi puncaknya dengan mendekap erat tubuhku. Dan bahkan kurasakan punggungku sempat tercakar oleh kuku-kukunya. Cukup lama kami terdiam setelah pertarungan panjang yang melelahkan. “Semestinya kita tidak boleh melakukan itu ya Rid. Apalagi bapak lagi sakit dan tengah dirawat,” kata Ia sambil masih tiduran di dekatku. Aku mengira ia menyesal dengan peristiwa yang baru terjadi itu. “Ya Maaf,.. soalnya tadi,..” “Tetapi tidak apa-apa kok. Saya juga sudah lama ingin menikmati yang seperti itu. Soalnya sejak 5 tahun lebih Pak Har terkena diabetis, ia menjadi sangat jarang memenuhi kewajibannya. Bahkan sudah dua tahun ini kelelakiannya sudah tidak berfungsi lagi. Cuma, kalau suatu saat ingin melakukannya lagi, kita harus hati-hati. Jangan sampai ada yang tahu dan menimbulkan aib diantara kita,” ujarnya lirih. Plong, betapa lega hatiku saat itu. Ia tidak marah dan menyesal dengan yang baru saja terjadi. Dan yang membuatku senang, aku dapat melampiaskan hasrat terpendamku kepadanya. Kendati aku merasa belum puas karena semuanya dilakukan di kegelapan hingga keinginanku melihat ketelanjangan tubuhnya belum kesampaian. Dan seperti yang dipesankannya, aku berusaha mencoba bersikap sewajar mungkin saat berada diantara orang-orang. Seolah tidak pernah terjadi sesuatu yang luar biasa diantara kami. Kendati aku sering harus menekan keinginan yang menggelegak akibat darah mudaku yang gampang panas saat berdekatan dengannya. Dan sejak itu lokasi teras di belakang kamar mayat menjadi saksi sekitar tiga kali hubungan sumbang kami. Hubungan sumbang yang terpaksa kuhentikan seiring kedatangan Bu Hartini, adik Pak Harjono yang bermaksud menengok kondisi sakit kakaknya. Hanya terus terang, sejak kehadirannya ada perasaan kurang senang pada diriku. Sebab sejak Ia ada yang menemani merawat suaminya di rumah sakit, kendati aku tetap diminta untuk membantu mereka dan selalu berada di rumah sakit, aku tidak lagi dapat menyalurkan hasrar seksualku. Hanya sesekali kami pernah nekad menyalurkannya di kamar mandi ketika hasrat yang ada tak dapat ditahan. Itu pun secara kucing-kucingan dengan Bu Tini dan segalanya dilaksanakan secara tergesa-gesa hingga tetap tidak memuaskan kami berdua. Sampai suatu ketika, saat Pak Har telah siuman dan perawatannya telah dialihkan ke bangsal perawatan yang terpisah, Bu Tini menyarankan kepada Ia untuk tidur di rumah. “Kamu sudah beberapa hari kurang tidur Mbak, kelihatannya sangat kelelahan. Coba kamu kalau malam tidur barang satu dua hari di rumah hingga istirahat yang cukup dan tidak jatuh sakit. Nanti kalau kedua-duanya sakit malah merepotkan. Biar yang nunggu Mas Har kalau malam aku saja diteman Dik Rido kalau mau” ujarnya. Ia setuju dengan saran adik iparnya. Ia memutuskan untuk tidur di rumah malam itu. Maka hatiku bersorak karena terbuka peluang untuk menyetubuhinya di rumah. Tetapi bagaimana caranya pamit pada Bu Tini? Kalau aku ikut-ikutan pulang untuk tidur di rumah apa tidak mengundang kecurigaan? Aku jadi berpikir keras untuk menemukan jalan keluar. Dan baru merasa plong setelah muncul selintas gagasan di benakku. Sekitar pukul malam, lewat telepon umum kutelepon rumahnya. Wanita itu masih terjaga dan menurut pengakuannya tengah menonton televisi. Maka nekad saja kusampaikan niatku kepadanya. Dan ternyata ia memberi sambutan cukup baik. “Kamu nanti memberi tanda kalau sudah ada di dekat kamar ibu ya. Nanti pintu belakang ibu bukakan. Dan sepeda motornya di tinggal saja di rumah sakit biar tidak kedengaran tetangga. Kamu bisa naik becak untuk pulang,” katanya berpesan lewat telepon. Untuk tidak mengundang kecurigaan, sekitar pukul aku masuk ke bangsal tempat Pak Har dirawat menemani Bu Tini. Namun setengah jam sesudahnya, aku pamit keluar untuk nongkrong bersama para Satpam rumah sakit seperti yang biasa kulakukan setelah kedatangan Bu Tini. Di depan rumah sakit aku langsung meminta seorang abang becak mengantarku ke kampungku yang berjarak tak lebih dari satu kilometer. Segalanya berjalan sesuai rencana. Setelah kuketuk tiga kali pintu kamarnya, kudengar suara Ia berdehem. Dan dari pintu belakang rumah yang dibukakannya secara pelan-pelan aku langsung menyelinap masuk menuju ruang tengah rumah tersebut. Rupanya, bertemu di tempat terang membuat kami sama-sama kikuk. Sebab selama ini kami selalu berhubungan di tempat gelap di teras kamar mayat. Maka aku hanya berdiri mematung, sedang Ia duduk sambil melihat televisi yang masih dinyalakannya. Cukup lama kami tidak saling bicara sampai akhirnya Ia menarik tanganku untuk duduk di sofa di sampingnya. Setelah keberanianku mulai bangkit, aku mulai berani menatapi wanita yang duduk di sampingku. Ia ternyata telah siap tempur. Terbukti dari daster tipis menerawang yang dikenakannya, kulihat ia tidak mengenakan Bra di baliknya. Maka kulihat jelas payudaranya yang membusung. Hanya, ketika tanganku mulai bergerilya menyelusuri pangkal paha dan meremasi buah dadanya ia menolak halus. “Jangan di sini Rid, kita ke kamar saja biar leluasa,” katanya lirih. Ketika kami telah sama-sama naik ke atas ranjang besar di kamar yang biasa digunakan oleh suami dan dia, aku langsung menerkamnya. Semula Ia memintaku mematikan dulu saklar lampu yang ada di kamar itu, tetapi aku menolaknya. “Saya ingin melihat semua milikmu,” kataku. “Tetapi aku malu Rid. Soalnya aku sudah tua,.” Persetan dengan usia, dimataku, Ia masih menyimpan magnit yang mampu menggelegakkan darah mudaku. Sesaat aku terpaku ketika wanita itu telah melolosi dasternya. Dua buah gunung kembarnya yang membusung nampak telah menggantung. Tetapi tidak kehilangan daya pikatnya. Buah dada yang putih mulus dan berukuran cukup besar itu diujungnya terlihat kedua pentilnya yang berwarna kecoklatan. Indah dan sangat menantang untuk diremas. Maka setelah aku melolosi sendiri seluruh pakaian yang kukenakan, langsung kutubruk wanita yang telah tiduran dalam posisi menelentang. Kedua payudaranya kujadikan sasaran remasan kedua tanganku. Kukulum, kujilat dan kukenyot secara bergantian susu-susunya yang besar menantang. Kesempatan melihat dari dekat keindahan buah dadanya membuat aku seolah kesetanan. Dan Ia, wanita berhidung bangir dengan rambut sepundak itu menggelepar. Tangannya meremas-remas rambut kepalaku mencoba menahan nikmat atas perbuatan yang tengah kulakukan. Dari kedua gunung kembarnya, setelah beberapa saat bermain di sana, dengan terus menjulurkan lidah dan menjilat seluruh tubuhnya kuturunkan perhatianku ke bagian perut dan di bawah pusarnya. Hingga ketika lidahku terhalang oleh celana dalam yang masih dikenakannya, aku langsung memelorotkannya. Ah, vaginanya juga tak kalah indah dengan buah dadanya. Kemaluan yang besar membusung dan banyak ditumbuhi rambut hitam lebat itu, ketika kakinya dikuakkan tampak bagian dalamnya yang memerah. Bibir vaginanya memang nampak kecoklatan yang sekaligus menandakan bahwa sebelumnya telah sering diterobos kemaluan suaminya. Tetapi bibir kemaluan itu belum begitu menggelambir. Dan kelentitnya, yang ada di ujung atas, uh,.. mencuat menantang sebesar biji jagung. Tak tahan cuma memelototi lubang kenikmatan wanita itu, mulailah mulutku yang bicara. Awalnya mencoba membaui dengan hidungku. Ah, ada bau yang meruap asing di hidungku. Segar dan membuatku tambah terangsang. Dan ketika lidahku mulai kumainkan dengan menjilat-jilat pelan di seputar bibir vaginanya besar itu, Ia tampak gelisah dan menggoyang-goyang kegelian. “Ih,.. jangan diciumi dan dijilat begitu Rid. Malu ah, tapi, ah..ah.. ah,” Tetapi ia malah menggoyangkan bagian bawah tubuhnya saat mulutku mencerucupi liang nikmatnya. Goyangannya kian kencang dan terus mengencang. Sampai akhirnya diremasnya kepalaku ditekannya kuat-kuat ke bagian tengah selangkannya saat kelentitnya kujilat dan kugigit kecil. Rupanya ia telah mendapatkan orgasme hingga tubuhnya terasa mengejang dan pinggulnya menyentak ke atas. “Seumur hidup baru kali ini vaginaku dijilat-jilat begitu Rid, jadinya cepat kalah. Sekarang gantian deh Aku mainkan punyamu,” ujarnya setelah sebentar mengatur nafasnya yang memburu. Aku dimintanya telentang, sedang kepala dia berada di bagian bawah tubuhku. Sesaat, mulai kurasakan kepala penisku dijilat lidah basah milik wanita itu. Bahkan ia mencerucupi sedikit air maniku yang telah keluar akibat nafsu yang kubendung. Terasa ada senasi tersendiri oleh permainan lidahnya itu dan aku menggelinjang oleh permainan wanita itu. Namun sebagai anak muda, aku merasa kurang puas dengan hanya bersikap pasif. Terlebih aku juga ingin meremas pantat besarnya yang montok dan seksi. Hingga aku menarik tubuh bagian bawahnya untuk ditempatkan di atas kepalaku. Pola persetubuhan yang kata orang disebut sebagai permainan 69. Kembali vaginanya yang berada tepat di atas wajahku langsung menjadi sasaran gerilya mulutku. Sementara pantat besarnya kuremas-remas dengan gemas. Tidak hanya itu jilatan lidahku tidak berhenti hanya bermain di seputar kemaluannya. Tetapi terus ke atas dan sampai ke lubang duburnya. Rupanya ia telah membersihkannya dengan sabun baik di kemaluannya maupun di anusnya. Maka tak sedikit pun meruap bau kotoran di sana dan membuatku kian bernafsu untuk menjilat dan mencoloknya dengan ujung lidahku. Tindakan nekadku rupanya membuat nafsunya kembali naik ke ubun-ubun. Maka setelah ia memaksaku menghentikan permainan 69, ia langsung mengubah posisi dengan telentang mengangkang. Dan aku tahu pasti wanita itu telah menagih untuk disetubuhi. Ia mulai mengerang ketika batang besar dan panjang milikku mulai menerobos gua kenikmatannya yang basah. Hanya karena kami sama-sama telah memuncak nafsu syahwatnya, tak lebih dari 10 menit saling genjot dan menggoyang dilakukan, kami telah sama-sama terkapar. Ambruk di kasur empuk ranjang kenikmatannya. Ranjang yang semestinya tabu untuk kutiduri bersama wanita itu. Malam itu, aku dan dia melakukan persetubuhan lebih dari tiga kali. Termasuk di kamar mandi yang dilakukan sambil berdiri. Dan ketika aku memintanya kembali yang keempat kali, ia menolaknya halus. “Tubuh ibu cape sekali Rid, mungkin sudah terlalu tua hingga tidak dapat mengimbangi orang muda sepertimu. Dan lagi ini sudah mulai pagi, kamu harus kembali ke rumah sakit agar Bu Tini tidak curiga,” katanya. Aku sempat mencium dan meremas pantatnya saat Ia hendak menutup pintu belakang rumah mengantarku keluar. Ah,.. indah dan nikmat rasanya. Usia Pak Har ternyata tidak cukup panjang. Selama sebulan lebih dirawat di rumah sakit, ia akhirnya meninggal setelah sebelumnya sempat dibawa RS yang lebih besar di Semarang. Di Semarang, aku pun ikut menunggui bersamanya serta Bu Tini selama seminggu. Juga ada Mbak Dewi dan suaminya yang menyempatkan diri untuk menengok. Hingga hubunganku dengan keluarga itu menjadi kian akrab. Namun, hubungan sumbangku dengannya terus berlanjut hingga kini. Bahkan kami pernah nekad bersetubuh di belakang rumah keluarga itu, karena kami sama-sama horny sementara di ruang tengah banyak sanak famili dari keluarganya yang menginap. Entah kapan aku akan menghentikannya, mungkin setelah gairahnya telah benar-benar padam.*** pada suatu hari aku menjemput anakku disekolahnya, disana terdapat warung kecil yang menjual aneka makanan dan lauk pauk, penjualnya seorang ibu ibu STW, umurnya berkisar sekitar 50 tahunan. Kadang saya sembari menunggu pulang jemput anak sekolah, saya sempatkan mampir ke warungnya sekalian beli lauk untuk makan siang anakku. Saya ngobrol banyak dengan ibu penjualnya yang bernama bu Wardani. nampaknya iapun senang mengobrol juga. Buktinya kalo aku lewat tapi tidak sempat berhenti mampir ia selalu memanggil.. “mampir dulu pak..”. dari obrolan ringan itu.. akhirnya aku tau kalau beliau sekarang sudah lama sekali menjanda, dan usianya ternyata sudah 55 tahun. anaknya cuma 2 dan itupun tidak tinggal di sini tapi di kota Bandung dan Surakarta. Ia sendiri tinggal ditemani menantu dan cucunya. Untuk orang seusianya beliau termasuk menarik, karena terlihat dari penampilannya selalu necis walau masih pakai produk dulu seperti pake jarit dan kebaya. Tadinya saya sih nanggapinya biasa2 saja, tapi lama2 kok sepertinya bu Wardani ini ada yang beda, gimana gitu.. ini terlihat dari ekpresinya, walapun masih seperti tetap menjaga imagenya, tapi feelingku mengatakan bu Wardani ini masih bisa “dipakai”. Wah… mengapa tidak dicoba.. siapa tahu dewi fotuna lagi bersamaku dan mulailah otak mesum ku bepikir kotor“ bu Wardani.. omong2.. jam berapa nih kalau belanja.. ini pagi2 gini semua masakan sudah siap?”“aah Pak Jagra… lha wong dagang gini saya biasanya belanja sore atau siang..untuk keperluan besok harinya, terus baru malem jam 8 ke atas semua saya masak… selesai kira2 jam 10 atau 11 baru tidur.. terus bangun lagi jam 4 atau jam 5… gitu rutinitasnya ibu”“terus kalau belanja ibu sama siapa?”“ya.. sendiri lah.. wong pasarnya juga nggak jauh cuma di selatan itu lho di pasar stan.. khan jam siang sudah mulai rame sampe malem..”“waah.. nggak repot tuh belanja sendiri bu?”.“ya ndak laah.. wong sudah biasa, tinggal pake motor kok”.aku terdiam.. mikir.. apa lagi ya… buat mengarahkan pembicaraan.“heeh.. kok diem aja.. jangan banyak melamun lho… kemarin ayam saya melamun terus mati tuh.. ketabrak motor.” godanya.“ealah bu.. aku kok disamain ayam sih…” protesku“habis… Pak Jagra jantan siih mirip ayam jagoku”Deeg… tiba2 langsung timbul ide cemerlang untuk melanjutkan sex pembicaraannya di skip aja ya lagi males nulis langsung ke proses eksekusinya aja! Bila anda idung belang pasti know lah prosesnya kaya gimana Paku bingung mau dibawa kemana. Singkat cerita gini.. o ya akhirnya aku ingat kalau kantor khan punya mess yang bisa disewa. aku bawa aja ke sana, kebetulan aku kenal baik dengan pengelola dan penjaganya. aku bilang padanya”pri.. ada kamar kosong nggak.. ini budeku mau nginep sembari transit.. soalnya pesawatnya baru berangkat malem. yaa mau istirahat biar nggak cape”“O.. ada mas…di kamar 5 aja sudah saya siapkan handuk dan sabunnya di dalem..”wooow kamar 5.. itu khan kamar yang mojok dan lumayan luas di dalemnya sudah dilengkapi kamar mandi.. wah pucuk cinta ulam tiba“yaa.. aku ambil deh....nieh buat rokok kamu” kataku sambil ngasih uang 15 ribuan..Biar nggak kentara banget.. sengaja aku tinggal bu Wardani di kamar duluan. sementara aku keluar membeli makanan dan minuman ringan. kemudian aku kembali lagi setelah memarkirkan mobilku di tempat yang teduh. akupun masuk kamar yang sudah dingin karena AC. Ternyata bu Wardani baru selesai mandi. wah kelihatan segar dan beda gitu.. apa karena mataku sudah terkontaminasi nafsu ya?. Akupun menaruh minuman sembari bilang ke bu Wardani kalau akupun juga mau mandi dulu biar segar. Selesai mandi sengaja setelah handukan aku tidak memakai baju alias telanjang .. langsung menghampiri bu Wardani yang sedang asyik nonton tipi diatas kasur.. aku tumbruk ia.. terus aku cium dirinya.. ia cuma ah..uh saja…“aduuh.. Pak Jagra sudah lama ibu tidak merasakan seperti ini….ayo… bikin ibu puas..”tanpa ba bu lagi segera aku lucuti bajunya.. rupanya ia sudah tidak memakai daleman lagi, sehingga makin memudahkan gerakannku.. sejurus kemudian dihadapanku terlihat seorang wanita yang telanjang bulat.. walaupun tidak seindah gadis.. namun bu Wardani rajin merawat tubuhnya.. sehingga kesan nenek2 yang keriput tidak nampak… cuma yang terlihat susunya sudah turun.. mirip2 pepaya.. aah peduli amat. di selangkangannya masih terlihat hutan yang lumayan lebat dengan warna yang sudah tidak hitam legam tapi diselingi warna putih… wow aneh..Kalau rambut atasnya sih masih hitam. mungkin karena rutin disemir.. Tapi asyik juga lihat pemandangan langka dan eksotik gini. Akupun langsung memainkan jurus pemanasan dengan mengenyot 2 tombol on di dadanya… seperti mainan yang baru di charge tak lama kemudian suara desahanannya terdengar lembut.. membuat aku makin ngaceng aja…sambil berbisik aku bilang “bu Wardani.. memek nya aku mut yaa…mau yaaa…?”“terserah Pak Jagra aja.. pokoknya bikin aku puas…”segera aku merosot ke selangkangannya dan kujilat itilnya yang sudah keriput tapi bersih habis mandi…Aku mainkan lidahku menyusuri bibir kemaluan kiri kanan dan tengah… aku lanjutkan sampai mendekat lobang anusnya…bu Wardani makin bergerak tidak karuan..rupanya karena sudah menopose sehingga pelumas memeknya sudah sedikit.. namun aku sudah menyiapkan jelly pelumas yang akan aku pake nanti aja. serangan aku intensifkan sambil tanganku mengusap paha dalam, aku serang kembali bagian tengah belahan vaginanya. aku mainkan lidahku masuk keluar lobang gawuk. aku hisap dan aku goyangkan itilnya yang sudah mulai menonjol keluar.. rupanya itilnya mudah keluar dan terlihat cukup menonjol.. sehingga gampang dihisap. ia nampaknya makin terangsang karena sekarang gerakan pahanya mulai menjepit kepalaku dan makin kencang aja jepitannya seiring dengan hisapanku. tiba2 kakinya di tumpangkan di bahuku dan terasa tegang sekali pahanya di kepalaku dengan diiringi dengusan dan jeritannya… nampaknya ia sudah orgasme karena setelah itu jepitan pahanya mulai mengendor….Akupun kembali bangkit dan mengelap bekas ludahku yang berleleran disekitar mulut dan mengelap di pepeknya bu Wardani..Sementara itu bu Wardani nampak lemas sembari merem di ranjang. Akupun segera mengolesi kontolku dengan jelly pelumas buatan durex…dan kudekati bu Wardani sambil kucolok-colok memeknya dengan jariku yang juga sudah kuberi peluamas. sambil kucium dari samping aku berbisik…”bu Wardani.. sekarang giliranku dipuasin”ia melek kembali terus kamipun berciuman.. memainkan lidah didalam mulut.. nikmat bener..akupun mengambil posisi diatas bu Wardani.. terus aku arahkan tongkolku ke memeknya dengan dipandu dipegang bu Wardani agar masuk ke lobang pintu itilnya.. setelah terasa agak masuk.. pelan2 aku masukkan tongkolku.. agak seret awalnya.. aku tarik lagi dan coba aku masukkan lagi… agar pelumasnya melumasi bagian lobang pintu masuknya.. aku masukkan lagi lebih dalam.. akhirnya gerakan keluar masuk tongkolku dah lancar..aku gerakkan mirip mompa terus aku ngeden agar kepala tongkolku membesar di dalam sambil aku tarik keluar.. terus aku dorong lagi masuk.. gerakan yang berulang ini mengakibatkan nafsu bu Wardani timbul lagi… ternyata walaupun dah berumur.. otot dalam vaginanya masih berfungsi baik.. terasa di tongkolku ada perlawanan seperti jepitan yang makin lama makin enak… kaya pepek Madura nyedot gitu hihihihi menyebabkan kedutan di batang tongkolku dan menjalar kearah paha dan anusku…“ayoo.. Pak Jagra.. ibu sudah mau kerasa lagi … genjot lagi..”waaah nggak tahan juga aku… aku konsentrasi memikirkan hal lain agar tidak cepat keluar.. sambil tetap aku pompa.. aku gerakkan pelan keluar masuk.. kemudian terasa seperti ada yang meremas dan menyedot batang dan kepala kontolku masuk kedalam.. uaaah enaaak tenan.. aku merasa bu Wardani makin mngencangkan pelukan dan melingkarkan kakinya di pinggangku.. sambil mendesah-desah…dan matanya terbelalak cuma kelihatan putih.. hitamnya udah tinggal separuh… gerakan badannya kayak kejang..akupun makin nggak tahan… dengan jepitan nikmat yang seperti setrum menjalar dari selangkangan keseluruh tubuh… akupun segera menuntaskan dengan semprotan mani.. yang kurasakan berkedut sampai 3 kali….akhirnya aku ambruk lemas tidur disampingnya…keringat membahasahi kami berdua.. terasa ada cairan lengket keluar dari memek nya membasahi sprei kasur.“hmmm aaah Pak Jagra… ibu puas banget …seumur-umur.. ibu belum pernah diemut gitu…yaa maklum lah pak.. orang jaman dulu mana mengenal emut-emutan. Pak Jagra mau khan nanti kalau ibu mau ngentot lagi…?”“yaa siaplah bu nanti kita pake aneka gaya yang belum ibu tau.. dan nanti diatur aja waktunya.. pokoknya hubungan ini tetap rahasia kita aja. o ya bu.. aku pengen lagi cuma kali ini bu Wardani yang gantian ngemut penisku ya…terus nanti maniku ditelan ya bu.. buat obat ibu..”“iih Pak Jagra.. ibu khan belum biasa…”akupun menerangkan caranya dan tekniknya… supaya giginya nggak ikut merusak rasa nikmat…rupanya bu Wardani cepet belajar.. awalnya memang agak kaku.. kemudian dengan bimbinganku berhasil. dengan tekun di jilat dan diemut seluruh area kenikmatan di selangkanganku.. sampai ke lobang anus… wowow.. sampai merinding aku dibikin nikmat…akhirnya pada puncaknya meletuplah pancaran spermaku dimulutnya.. dengan segera disedot dan ditelan semuanya..aahh nikmatnya…Akhirnya berakhirlah bobo-bobo nikmat dengan ibu STW ini.. kami mandi bareng dan kembali aku mengantar bu Wardani ke warungnya sambil membantu menurunkan sayuran yang kami beli di pasar. Besoknya kalau memungkinkan bu Wardani suka SMS ke hapeku ngajak lagi dengan kode “masakan sudah tersedia”. kalau aku luang waktu aku segera menjawab “siap dibungkus”. hal ini aku lakukan agar tidak dicurigai istri. dan sayangnya aktifitas ini hanya bisa kami lakukan siang hari saja setelah warung ibu ibu STW ini tutup baru aku bisa merasakan jepitan nikmat serta memek nyedot ibu STW!

cerita dewasa bu rt